Muara Enim, FaktualNews.Id – Sebuah Opini dan juga sebagai motivasi bagi Santri di Hari Santri yang disampaikan H. Imam Haromain. GB., S.HI., M.Pd., Gr. Sebuah kebanggan bagi santri milenial, mereka kini telah memperoleh beragam keistimewaan, apresiasi dan legetimasi. Bukan lagi sebatas pengajar ngaji di kampung, penceramah, guru pesantren atau pengurus masjid saja, tapi mereka telah ditunggu-tunggu sebagai dosen, bisnisman, politikus, anggota parlemen, menteri bahkan presiden masa depan.
Hari santri yang ditetapkan oleh pemerintah adalah bak balas jasa atas kiprah santri dan pesantren di Nusantara ini, terlepas kepentingan politik dan konspirasi apa-pun, karena memang Ulama, santri dan pesantren adalah aset bangsa yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka ikut serta merebut dan mempertahankan kemerdekaan, yang tercetusnya resolusi jihad melawan penjajah adalah dari Ulama’ dan santri, hingga di masa kemerdekaan-pun santri terus ikut andil dalam perjuangan mencerdaskan dan membangun bangsa.
Maka ini artinya Santri bukan hanya dimulia dan diagungkan di akherat dengan beribu hadist menerangkan hal tersebut, diantaranya,
من تعلم وعمل وعلم، فذاك يدعى عظيما في ملكوت السموات
“Barangsiapa yang belajar ilmu, mengamalkan ilmu dan mengajarkan ilmu, niscaya orang itu akan bergelar agung di kerajaan petala langit”. (HR. Ahmad dan Abu Nu’aim)
Terdapat riwayat lain menyebutkan, bahwa Allah -Subhanahu Wa Ta’ala- berfirman kepada Nabi Musa -Alaihis Salam-
تعلم الخير وعلمه الناس،فأني منور لمعلم العلم ومتعلميه قبورهم حتى لا يستوحشوا لمكانهم
“Belajarlah kebaikan dan ajarkanlah kepada manusia, niscaya Aku akan menerangi kuburan mereka sekiranya mereka tidak takut dan khawatir menempatinya”
Rasulullah juga bersabda,
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله به طريقا الى الجنة
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk memperoleh ilmu, niscaya Allah mempermudahkan baginya jalan menuju sorga” (HR. Muslim)
Tapi ternyata di dunia patamorgana yang sejatinya bukan tujuan santri-pun, para santri telah diagungkan dan dimuliakan,
“Syaithan takut, Malaikat menghormati dan melindungi, penduduk langit dan bumi mendoakan dan memintakan ampunan dan pintu-pintu rezeki dibukakan seluas-luasnya”.
Ini semua telah diprediksi oleh Rasulullah Ash-Shadiqul Masduq -Sallallahu ‘Alaihi Wasallam- untuk santri-santri, khususnya santri milenial telah memetik dan merasakan, dan janji itupun terbukti dan nyata.
Namun apresiasi ini juga adalah ujian berat bagi para santri bahkan bisa menjelma konspirasi, tipuan demi kepentingan. Dimana ada sebuah ungkapan bijak yang saya rasa mengena sekali dan sangat perlu diperhatikan, “Dulu santri-santri belajar di masjid-masjid, kemudian dibangun kelas-kelas, maka hilanglah keberkahan, dulu para santri duduk bersimpuh di hadapan guru, kemudian diadakan bangku-bangku, maka hilanglah ketawadhuan, dulu para santri belajar demi mengamalkan dan menyebarkan ilmu, kemudian diadakan ijazah-ijazah, maka hilanglah keikhlasan”
Saya tambahkan sebuah ujian berat bagi santri zaman now, “… dulu santri-santri bergembira dengan Maulid Nabi, Hijrah, Isra’ Mi’raj, Nuzul Qur’an dan hari besar keagamaan, kemudian ditetapkan hari spesial santri, maka hilanglah kesederhanaan ikatan batin kepada Agama dan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam”.
Jika memang dengan perubahan-perubahan terjadi di dunia pesantren dan jiwa kesantrian menimbulkan dampak-dampak negatif itu, maka sungguh masuklah dalam katagori hadist Nabi yang menyebutkan mereka tidak akan masuk sorga bahkan mencium harumnya saja tidak akan,
Antara lain Rasulullah bersabda,
من طلب العلم ليجاري به العلماء أو ليماري به السفهاء أو يصرف به وجوه الناس اليه، أدخله الله النار
“Barangsiapa belajar ilmu demi menyombongi Ulama’ atau mendebat orang, atau demi manusia mengikutinya, niscaya Allah akan memasukkannya ke Neraka”. (HR. Turmuzi dan Ibnu Hibban)
Riwayat lain menyebutkan,
من تعلم علما يبتغى به وجه الله تعالى لا يتعلمه الا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة
“Barangsiapa belajar ilmu yang diharapkan untuk Allah, namun dia tidak untuk itu kecuali demi memperoleh kepentingan dunia semata, niscaya tidak akan mencium bau sorga pada Hari Qiamat”. (HR. Abu Daud)
Maka alangkah hina dan ruginya menyandang gelar santri dan membanggakannya, namun sukses abadi di sorga tak didapatkannya.
Namun, jika perubahan secara zhahir itu tidak menghilangkan ruh santri dan substansi pesantren, maka apalah artinya cover. Tidak mengapa belajar di kelas-kelas sekolah, namun tetap memprioritaskan adab-adab dan etika belajar seorang santri. Tidak salah duduk di bangku-bangku, namun kepada guru tetap hormat, tunduk dan taat. Tidak mengapa diberikan ijazah, namun prioritas tetap ilmu dan amal. Dan tidak salah ada Hari Santri, tapi Hari-hari besar Agama harus lebih dimeriahkan, disyi’arkan, dibanggakan dan diistemewakan.
Tanpa tanda jasa di alam dunia
Tak populer di kalangan manusia
Tidak peroleh sanjungan dari siapa-siapa
Namun, Mahkota indah di akherat menantinya.
Laporan : Hendra